CITRA DAN GUNA RUMAH ADAT TORAJA
A. Definisi Citra dan Guna
Kata ‘guna’
dalam bahasa Arsitektur tidak hanya menunjuk pada cara pemanfaatan dan
keuntungan fungsional yang bisa pemakai dapatkan saja, tapi juga sebagai
sesuatu yang mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kualitas hidup kita.
Maksudnya, Arsitektur tidak hanya dipahami sebagai sebuah hasil yang
menguntungkan kita, namun sebagai sebuah produk yang mempunya bentuk dan dapat
dinikmati. Dan ketika dia bisa dinikmati, maka dia bisa dimengerti.
Unsur ‘citra’
hadir sebagai hasil dari sisi subjektifitas. Kalau halnya ‘guna’ bersifat
universal, maka ‘citra’ lebih bersifat unik dan tergantung pandagan tiap
individu. ‘Citra’ pada dasarnya hanya menunjuk pada sebuah gambaran atau
sebuah kesan penghayatan yang menangkap arti suatu bangunan dimaya seseorang.
B.
Studi
Kasus Citra dan Guna
Rumah
tradisional Toraja merupakan salah satu kebudayaan bangsa yang keberadaannya
dipandang perlu untuk dipelihara agar tidak punah. Kabupaten Tana Toraja
terletak di pedalaman Provinsi Sulawesi Selatan, 340 km ke arah utara dari
Makasar, dengan ibukotanya Makale. Daerah Tana Toraja umumnya merupakan tanah
pegunungan kapur dan batu alam, diselingi dengan ladang dan hutan, dilembahnya
terdapat hamparan persawahan. Latar belakang arsitektur rumah tradisional
Toraja menyangkut falsafah kehidupan yang merupakan landasan dari perkembangan
kebudayaan Toraja. Dalam pembangunannya ada hal-hal yang mengikat, yaitu:
- Aspek arsitektur dan konstruksi
- Aspek peranan dan fungsi rumah adat
Rumah
tradisional atau rumah adat yang disebut Tongkonan harus menghadap ke
utara, letak pintu di bagian depan rumah, dengan keyakinan bumi dan langit
merupakan satu kesatuan dan bumi dibagi dalam 4 penjuru, yaitu:
- Bagian utara disebut Ulunna langi, yang paling mulia.
- Bagian timur disebut Matallo, tempat metahari terbit, tempat asalnya kebahagiaan atau kehidupan.
- Bagian barat disebut Matampu, tempat metahari terbenam, lawan dari kebahagiaan atau kehidupan, yaitu kesusahan atau kematian.
- Bagian selatan disebut Pollo’na langi, sebagai lawan bagian yang mulia, tempat melepas segala sesuatu yang tidak baik.
Bertolak
pada falsafah kehidupan yang diambil dari ajaran Aluk Todolo, bangunan
rumah adat mempunyai makna dan arti dalam semua proses kehidupan masyarakata
Toraja, antara lain:
- Letak bangunan rumah yang membujur utara-selatan, dengan pintu terletak di sebelah utara.
- Pembagian ruangan yang mempunyai peranan dan fungsi tertentu.
- Perletakan jendela yang mempunyai makna dan fungsi masing-masing.
- Perletakan balok-balok kayu dengan arah tertentu, yaitu pokok di sebelah utara dan timur, ujungnya disebelah selatan atau utara.
Pembangunan
rumah tradisional Toraja dilakukan secara gotong royong, sesuai dengan
kemampuan masing-masing keluarga, yang terdiri dari 4 macam, yaitu:
- Tongkonan Layuk, rumah adat tempat membuat peraturan dan penyebaran aturan-aturan.
- Tongkonan Pakamberan atau Pakaindoran, rumah adat tempat melaksanakan aturan-aturan. Biasanya dalam satu daerah terdapat beberapa tongkonan, yang semuanya bertanggung jawab pada Tongkonan Layuk.
- Tongkonan Batu A’riri, rumah adat yang tidak mempunyai peranan dan fungsi adat, hanya sebagai tempat pusat pertalian keluarga.
- Barung-barung, merupakan rumah pribadi. Setelah beberapa turunan (diwariskan), kemudian disebut Tongkonan Batu A’riri.
C.
Analisa
1. Guna/ Fungsi
Rumah adat Tana Toraja secara umum berfungsi sebagai rumah
tinggal, kegiatan sosial, upacara adat, serta membina kekerabatan. Tongkonan
berasal dari kata tongkon yang bermakna menduduki atau
tempat duduk. Dikatakan sebagai tempat duduk karena dahulu menjadi tempat
berkumpulnya bangsawan Toraja yang duduk dalam tongkonan untuk berdiskusi.
Rumah adat ini mempunyai fungsi sosial dan budaya yang bertingkat-tingkat di
masyarakat. Awalnya merupakan pusat pemerintahan, kekuasaan adat, sekaligus
perkembangan kehidupan sosial budaya masyarakat Toraja.
Tongkonan merupakan pusat kehidupan
sosial suku Toraja. Ritual adat yang berhubungan dengan tongkonan sangatlah
penting dalam kehidupan spiritual mereka. Oleh karena itu, semua anggota
keluarga diharuskan ikut serta sebagai lambang hubungan mereka dengan leluhur.
Masyarakat
Toraja menganggap rumah tongkonan sebagai ibu, sedangkan alang
sura (lumbung padi) sebagai bapak. Tongkonan berfungsi untuk
rumah tinggal, kegiatan sosial, upacara adat, serta membina kekerabatan. Bagian
dalam rumah dibagi tiga bagian, yaitu bagian utara, tengah, dan selatan.
Ruangan di bagian utara disebut tangalok yang berfungsi sebagai ruang
tamu, tempat anak-anak tidur, serta tempat meletakkan sesaji. Ruangan sebelah
selatan disebut sumbung, merupakan ruangan untuk kepala keluarga
tetapi juga dianggap sebagai sumber penyakit. Ruangan bagian tengah disebut Sali
yang berfungsi sebagai ruang makan, pertemuan keluarga, dapur, serta tempat
meletakkan orang mati.
Mayat orang mati
masyarakat Toraja tidak langsung dikuburkan tetapi disimpan di rumah tongkonan.
Agar mayat tidak berbau dan membusuk maka dibalsem dengan ramuan tradisional
yang terbuat dari daun sirih dan getah pisang. Sebelum upacara penguburan,
mayat tersebut dianggap sebagai ‘orang sakit‘ dan akan disimpan dalam peti
khusus. Peti mati tradisional Toraja disebut erong yang berbentuk
kerbau (laki-laki) dan babi (perempuan). Sementara untuk bangsawan berbentuk
rumah adat. Sebelum upacara penguburan, mayat juga terlebih dulu disimpan di
alang sura (lumbung padi) selama 3 hari.
Oleh Karen itu, apabila
ditelusuri lebih jauh mengenai fungsi/ guna Rumah Adat Tana Toraja, menurut
ilmu bidang arsitektural sebagai berikut.
a. Fungsi/
Guna Bentuk
Bentuk dari rumah adat Tana Toraja
ini seperti rumah panggung
b. Fungsi/Guna
Ekonomis
Bentuk dari Rumah Adat ini adalah karena dibangun pada saat konstruksi yang masih sederhana sehingga peralatan yang digunakan pun sederhana dan dengan metode yang sangat efisien, sehingga material utamanya adalah kayu dan papan.
Bentuk dari Rumah Adat ini adalah karena dibangun pada saat konstruksi yang masih sederhana sehingga peralatan yang digunakan pun sederhana dan dengan metode yang sangat efisien, sehingga material utamanya adalah kayu dan papan.
c. Fungsi/Guna
Kultural atau Budaya
Ornamen rumah tongkonan berupa
tanduk kerbau serta empat warna dasar yaitu: hitam, merah, kuning, dan putih
yang mewakili kepercayaan asli Toraja (Aluk To Dolo). Tiap warna yang digunakan
melambangkan hal-hal yang berbeda. Warna hitam melambangkan kematian
dan kegelapan. Kuning adalah simbol anugerah dan kekuasaan ilahi. Merah
adalah warna darah yang melambangkan kehidupan manusia. Dan, putih
adalah warna daging dan tulang yang artinya suci.
2. Citra
Keseluruhan
bangunan sangat berpengaruh terhadap pencitraan bangunan Rumah Adat Toraja. Sebuah
bangunan menjadi lebih enak dipandang jika setiap elemen penyusunnya dirancang
selaras satu sama lain. Keselarasan ini mencakup skala, komposisi bentuk,
warna, material, serta konsistensi penerapan gaya bangunan.
Berbicara
mengenai fungsi, lumbung padi tersebut tiang-tiangnya dibuat dari batang pohon
palem (bangah) yang licin, sehingga tikus tidak dapat naik ke dalam
lumbung. Di bagian depan lumbung terdapat berbagai ukiran, antara lain
bergambar ayam dan matahari yang merupakan simbol untuk menyelesaikan
perkara.
Ukiran
khas Toraja bermakna hubungan masyarakat Toraja dengan pencipta-Nya, dengan
sesama manusia (lolo tau), ternak (lolo patuon), dan tanaman (lolo tananan).
Ukiran tersebut digunakan sebagai dekorasi eksterior maupun interior rumah
mereka.
Saat
Anda melihat rumah adat ini, ada ciri lain yang menonjol yaitu kepala kerbau
menempel di depan rumah dan tanduk-tanduk kerbau pada tiang utama di depan
setiap rumah. Jumlah tanduk kepala kerbau tersebut berbaris dari atas ke bawah
dan menunjukan tingginya derajat keluarga yang mendiami rumah tersebut. Di sisi
kiri rumah yang menghadap ke arah barat dipasang rahang kerbau yang pernah di
sembelih. Di sisi kanan yang menghadap ke arah timur dipasang rahang
babi.
Ornamen
tanduk kerbau di depan tongkonan melambangkan kemampuan ekonomi sang pemilik
rumah saat upacara penguburan anggota keluarganya. Setiap upacara adat di
Toraja seperti pemakaman akan mengorbankan kerbau dalam jumlah yang banyak.
Tanduk kerbau kemudian dipasang pada tongkonan milik keluarga bersangkutan.
Semakin banyak tanduk yang terpasang di depan tongkonan maka semakin tinggi
pula status sosial keluarga pemilik rumah tongkonan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar